Oleh. Erwan Halil, S.Sos, M.I.KomKajian Politik dan Kebijakan Publik, Vania Institute, Belitung
MENARIK mengamati Berita Resmi Statistik Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) tentang Pertumbuhan Ekonomi Triwulan III Tahun 2012 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang di release pada 5 November 2012 dimana komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 2,5 persen, hal ini disebabkan meningkatnya konsumsi bahan makanan dan non makanan di Provinsi Babel.
Lebih jauh tingginya tingkat konsumsi bahan makanan ini juga berpengaruh kepada tingkat inflasi yang terjadi di beberapa daerah di Bangka Belitung. Sebagaimana diketahui, Kota Pangkal Pinang pada September 2012 memiliki tingkat inflasi tertinggi di Indonesia dengan angka diatas rata-rata tingkat inflasi nasional. Salah satu penyebab tingginya tingkat inflasi di Kota Pangkalpinang adalah besarnya ketergantungan kebutuhan pokok kepada daerah lain dimana hampir 90 persen kebutuhan penduduk kota dipenuhi oleh suplai dari daerah lain yaitu dari daerah Sumsel, khususnya Palembang, dan bahkan dari Jakarta.
Tidak hanya di Kota Pangkalpinang , ketergantungan ketersediaan pangan ini merupakan salah satu masalah dasar yang dihadapi oleh Bangka Belitung dimana hampir 80 persen dari kebutuhan pangan Bangka Belitung dipasok dari luar daerah. Ketersediaan pangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung saat ini hanya bisa mencukupi 9,36 persen dari kebutuhan pangan yang ada, selebihnya masih dipasok dari luar Bangka Belitung.
Padalah provinsi Bangka Belitung merupakan salah satu provinsi yang memiliki banyak sumber daya yang dapat dioptimalkan. Salah satunya adalah sektor pertanian.
Potensi lahan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih sangat besar untuk pengembangan kawasan pertanian. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Bangka Belitung Tahun 2011 menunjukkan terdapat lahan yang tidak diusahakan sebesar 6 persen dari potensi yang ada, dan ada lahan lainnya yang juga belum dimanfaatkan sebesar 23 persen, artinya upaya pengembangan pembangunan pertanian masih sangat dimungkinkan melalui perluasan areal tanam dengan penambahan bahan baku lahan dan optimalisasi lahan yang ada.
Jika dilihat dari potensi pengembangan produksi padi, luas sawah di Kepulauan Bangka Belitung menurut data dari Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan provinsi ini adalah seluas 8.063 ha (Tahun 2009). Di kabupaten Bangka seluas 1.560 ha, Bangka Barat 2.467 ha, Bangka Tengah 231 ha, Bangka Selatan 3.122 ha, Belitung 193 ha, Belitung Timur 490 ha, sementara di Pangkal pinang tidak ada persawahan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Sebagai daerah kepulauan , provinsi Bangka Belitung rentan terhadap kerawanan pangan karena menggantungkan ketersediaan beras berasal dari daerah lain. Setidaknya Tiga daerah di Provinsi Babel sudah di warning mengalami kerawanan pangan yaitu Kabupaten Bangka, Bangka Barat, dan Kota Pangkalpinang. Saat ini, kebutuhan beras di Babel sebesar 113.304.000 ton sedangkan produksi beras yang tersedia hanya 9.543 ton (Badan Ketahanan Pangan Babel, Oktober 2012).
Beberapa program yang dilakukan pemerintah seperti Program Aksi Desa Mandiri Pangan (Produksi Demapan), Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), program pemberdayaan lumbung pangan, dan program bantuan sosial ketahanan pangan serta program bantuan sosial penanganan daerah rawan pangan (PDRP) sepertinya belum cukup maksimal untuk melepaskan Babel dari ancaman kerawanan pangan.
Tak heran jika Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bangka Belitung merekomendasikan agar pemerintah daerah membuat program berkelanjutan dan menyeluruh untuk mencapai swasembada pangan yang meliputi penyediaan infrastruktur yang memadai (pengairan, jalan, dan sebagainya), penataan tata ruang wilayah, memberikan insentif, penyediaan sarana produksi tanam serta memperkuat cadangan pangan strategis dalam jumlah yang cukup dan pemenuhan secara tepat waktu.
Sangat disayangkan jika sampai hari ini Provinsi kepulauan Bangka Belitung sangat menggantungkan ketersediaan pangannya dari luar daerah, padahal terbuka peluang dan kesempatan untuk melepaskan diri dari ketergantungan ini, dalam konteks ketahanan pangan ketergantungan ini tentu sangat rentan terutama jika terjadi bencana alam seperti kekeringan, banjir, puso bahkan cuaca yang tidak bersahabat seperti tingginya gelombang air laut dapat mengakibatkan kerawanan pangan bagi provinsi ini.
Perlu ada upaya segera dari pemerintah daerah untuk meningkatkan produktifitas pertanian lokal sehingga memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat setempat tanpa harus dipasok dari luar pulau. Membangkitkan kembali sektor pertanian sebagai pekerjaan baru bagi masyarakat yang terlanjur terbiasa dengan menambang bijih timah.
Dalam jangka panjang, mengembangkan potensi daerah diluar pertambangan seperti sektor pertanian tidak hanya berdampak pada jaminan ketahanan pangan Bangka Belitung namun juga bagaimana mengembangkan sektor lainnya yang potensial dan juga 'ramah lingkungan', sehingga generasi penerus yang akan datang masih akan dapat menikmati lingkungan yang sehat, perekonomian yang stabil dan kesejahteraan.
Dan semua itu berpulang pada keseriusan pemerintah daerah dan masyarakat provinsi Babel dalam mengembangkan sektor-sektor ekonomi potensial yang ada diluar pertambangan, dimana dibutuhkan kebijakan yang kondusif dari pemerintah, serta dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat untuk mencapainya dengan pengertian dan pemahaman bahwa ada hal yang lebih penting untuk kepentingan jangka panjang dibandingkan 'kenyamanan sesaat'. ***