Menakar Kemelayuan Bangka Belitung

Written By Unknown on Jumat, 13 Desember 2013 | 11.37

Oleh: Muhammad Anshori, MA, Pengasuh Pontren Darurrohmah & Peneliti di The Ilalang Institute

Diskursus kemelayuan Bangka Belitung merupakan topik yang menarik untuk diperbincangkan. Tidak hanya menarik ditelisik dari sudut pandang kompleksitas historis namun juga disorot pada konteks kekinian. Tidak hanya menyangkut peliknya perdebatan dalam menentukan bentuk `asli' dari identitas budaya lokal namun juga implikasi politisnya. Jelasnya, setiap perspektif memiliki muatan dan dimensinya masing-masing sehingga terlalu sayang untuk dilewatkan.
Secara historis, Kepulauan Bangka Belitung adalah ruang sekaligus arena kontestasi kuasa dimana elemen-elemen dari berbagai rezim kuasa politik pernah bertahta. Meski tidak dijadikan titik pusat bersemayamnya kekuasaan namun, tercatat dalam sejarah, bagaimana invasi rezim kuasa politik, baik monarki maupun kolonial dengan derajat kewenangannya, bercokol silih berganti dan menanamkan pengaruh kekuasaannya di pulau yang mulanya dikesankan pinggiran ini (pheriperal).
Sebut saja bagaimana invansi berbagai kekuasaan seperti: Kerajaan Sriwijaya dengan meninggalkan jejak kutukan Prasasti Kota Kapur, jejak Kerajaan Majapahit, Kesultanan Johor, Kesultanan Minangkabau, Kesultanan Banten dengan utusan Bupati Nusantara, Kerajaan di Belitung seperti Badau, Balok, dst, Kesultanan Palembang Darussalam, Bajak Laut (Lanun), periode kolonialisasi: Jepang, Belanda, Inggris (Duke of Island), dan lainnya.
Pendek cerita, fenomena historis kekuasaan berbagai rezim kuasa diatas mengonfirmasi bahwa Kepulauan Bangka dan Belitung adalah medan terbuka nan eksotis yang terlalu berharga untuk tidak diperebutkan. Apalagi, setelah diketemukan kandungan mineral pasir timah di dalamnya: suatu kekayaan alam yang di kemudian hari diketahui berperan penting dalam menopang dan mewarnai pasang surutnya pertimahan dunia. Walau demikian, dominasi kekuasaan berbagai rezim tersebut tidak pernah berlangsung abadi. Selalu ada pereodeisasi timbul tenggelamnya dominasi rezim kekuasaan.
Pertanyaannya, bagaimana kita memahami historisasi Bangka Belitung dalam bingkai kekinian sebagai ikhtiar untuk mencari bentuk orisinalitas identitas budaya Melayu Bangka Belitung? Tegasnya, sejauhmana upaya reformulasi tersebut menemukan relevansinya?

Wajah baru?
 Wajah Bangka Belitung hari ini adalah resultan dari pertautan historis, budaya dan tentunya politik. Secara budaya, masyarakat Bangka Belitung diidentifikasikan sebagai masyarakat suku bangsa Melayu Bangka Belitung. Tiga ciri dominan kemelayuan sangat kental di dalamnya: Berbahasa melayu dengan ragam tutur dialeknya, beragama mayoritas Islam dengan berbagai tingkatannya, serta beradat melayu dengan ragam  corak tradisinya.
Kecuali itu, kekhasan kemelayuan Bangka Belitung juga tercermin dari kontekstualisasi (kemampuan adaptasi bahkan modifikasi) masyarakatnya terhadap budaya yang datang dari `luar'. Sebut saja pengaruh budaya Timur Tengah, China, Jawa, Palembang, Riau, Kalimantan, bahkan Malaysia. Efek multikultural ini selanjutnya mewujud menjadi `wajah baru' masyarakat Bangka Belitung: sebuah guratan wajah keberagaman yang menyatu-padu (melting pot) dalam  wadah teritorial Bangka-Belitung. Tegasnya, masyarakat Melayu Babel, meminjam pendapat Bambang Purwanto, adalah entitas masyarakat yang mandiri.
Secara politik, kesadaran identitas kemelayuan Bangka Belitung mendapat legitimasi historinsya bilamana diflashback dari beberapa telusuran. Telusuran pertama, dapat diidentifikasi dari kategorisasi wilayah hukum adat yang `dikonstruk' Cornelis van Vollenhoven memasukkan Bangka dan Balitung kedalam wilayah hukum adat dari beberapa (23) wilayah hukum adat yang ada di Indonesia. Kedua, ketika Bangka, Belitung dan Riau (BaBeRi), menjadi negara bagian di masa Republik Indonesia Serikat (RIS). Ketiga, setelah digulirkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.
Ketiga telusuran historis diatas mengafirmasi bahwa kesadaran identitas itu telah dan sedang berlangsung hingga hari ini. Khusus poin yang ketiga yakni asas otonomi daerah tampaknya tidak hanya fasih bercerita tentang cita akselerasi kesejahteraan rakyat berdasar logika dekatnya rentang kendali pelayanan publik, namun juga membuka jalan, ruang, dan peluang bagi menguatnya identitas lokal. Magnitude otonomi daerah, tegasnya, cenderung menuntun pada logika pencarian identitas dan jati diri asli suatu daerah.
Memang,  tiada yang tabu dengan upaya menegaskan kembali identitas budaya tersebut selama dikelola secara proporsional. Yakni, bagaimana menempatkan identitas budaya lokal sebagai bagian dari upaya untuk memperkaya khasanah budaya Indonesia. Atau, meminjam istilah Purwo Santoso, bahwa penguatan nasionalisme primer (nasionalisme lokal) harus ditempatkan sebagai unsur pembentuk nasionalisme sekunder yaitu nasionalisme Indonesia Nasional.

Inklusifitas sebuah tawaran
Di umurnya yang ketigabelas tahun, Bangka Belitung perlu menakar ulang (meredefinisi secara tegas) keidentitasan siapa dirinya. Upaya ini tidak berpretensi untuk melegetimasi dominasi mayoriti, namun lebih pada mencari format bagaimana mendudukan seluruh elemen yang ada sehingga dapat bekerja sama dalam kesatuan entitas budaya Bangka Belitung yang solid.
Upaya menakar ulang, tepatnya mendiskusikan, kemelayuan Bangka Belitung, perlu disadari sedari dini tentang adanya kemungkinkan dua potensi yang bergerak secara bersamaan: kekuatan dan kerentanan.
Menjadi kuat apabila spirit kemelayuan Bangka Belitung diawali dengan niatan konsolidasi berbagai elemen masyarakat untuk `melunasi  janji' Bangka Belitung sebagai provinsi teladan.  Menjadi rentan, apabila politik identitas diseret kearah komoditas politik pragmatis elite dalam percaturan politik prosedural (pemilu) atasnama putra daerah untuk melimbang suara rakyat. Untuk menghindari efek samping ini, inklusifitas budaya adalah sebuah alternatif tawaran yang perlu dikembangkan seraya mengokohkan identitas budaya asli. (*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Menakar Kemelayuan Bangka Belitung

Dengan url

http://bangkabarita.blogspot.com/2013/12/menakar-kemelayuan-bangka-belitung.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Menakar Kemelayuan Bangka Belitung

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Menakar Kemelayuan Bangka Belitung

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger