Mempertuan Bahasa Indonesia di Negeri Sendiri

Written By Unknown on Rabu, 20 November 2013 | 11.37

Oleh: Dwi Oktarina, Wakil II Duta Bahasa 2011 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Alumnus Sastra Indonesia UGM

SAYA masih mengingat jelas, sebuah catatan singkat pernah ditulis oleh Jean Couteau, seorang pengamat budaya Indonesia asal Perancis yang fasih berbahasa Bali dan Indonesia di sebuah harian ibu kota yang terbit pada 22 Januari 2012. Ia mengemukakan bahwa telah terjadi distorsi. Orang-orang Indonesia kebanyakan memiliki beban mental. Sebagai orang asing yang telah mendalami seni budaya Bali selama lebih dari 20 tahun dan menulis lebih dari 15 judul buku dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Indonesia, Couteau menggambarkan kekisruhan yang terjadi di masa ini. Di satu pihak, orang asing akan merasa bangga jika mampu berbahasa Indonesia dengan fasih. Sementara itu, orang Indonesia akan berusaha mati-matian terlihat "cerdas" di hadapan orang asing dengan kemampuan bahasa Inggris yang masih sangat pas-pasan. Sungguh sebuah ironi yang menyedihkan ketika kita menyadari betapa bahasa Indonesia saat ini tidak lagi menjadi tuan di negerinya sendiri.

Dewasa ini, bahasa telah mengalami sebuah perkembangan yang sangat pesat. Kemajuan zaman telah menggeser pola penggunaan bahasa di antara para pemakainya. Hal itu banyak terlihat pada penggunaan bahasa di media-media komunikasi seperti televisi atau surat kabar. Struktur dan tata bahasa yang ada terkesan tidak lazim dan cenderung bergeser dari tata bahasa baku bahasa Indonesia. Perubahan bahasa yang terjadi bukan hanya berupa pengembangan dan perluasan, melainkan dapat juga berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Berbagai alasan sosial dan politis menyebabkan banyak orang menjadi salah kaprah dalam berbahasa. Kesalahkaprahan ini, dalam dunia psikolinguistik dinamakan xenoglosofilia. Contoh kecil xenoglosofilia misalnya yaitu pencampuradukan antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yang digunakan dalam percakapan maupun istilah-istilah yang sering kita dengar sehari-hari. Istilah-istilah semacam busway, waterway, monorail, quick count, dan fit and proper test merupakan contoh-contoh kata yang sangat sering dipakai di media-media massa. Para politisi pun tidak ikut ketinggalan untuk menggunakan kosakata semisal stakeholder, governance, atau social responsibility. Bahasa asing yang kini mendominasi hampir seluruh aspek teknologi dan informasi berkembang sedemikian pesatnya sehingga membuat bahasa Indonesia bahkan bahasa daerah menjadi semakin terdesak dan terpinggirkan.
Dalam sejarah nasional Indonesia, bahasa Indonesia merupakan sejarah yang dapat dipandang sebagai titik balik peradaban, yakni dari peradaban kolonial berubah menjadi peradaban baru Indonesia yang merdeka dan adil, yang memandang manusia dalam kesetaraan derajat, dan berada dalam wilayah yang hendak mewujudkan kemakmuran bersama. Peradaban baru ini ditandai dengan tiga butir pernyataan yang sama-sama dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Sampai sekarang, kita terus berusaha membangun peradaban baru dan berupaya tetap tegar terhadap segala aral dalam arus perjalanan sejarah. Setiap orang dapat memberikan kontribusinya sebisa mungkin, besar atau kecil, demi perkembangan peradaban baru Indonesia.
Dalam kehidupan sehari-hari, setiap orang tidak bisa terlepas dari proses komunikasi yang mengharuskan seseorang berhubungan dengan yang lainnya. Bahasa merupakan ciri identitas suatu bangsa. Melalui bahasa, orang dapat mengidentifikasi kelompok masyarakat, bahkan dapat mengenali perilaku dan kepribadian masyarakat penuturnya. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh hampir seluruh penduduk Indonesia memiliki sejarah panjang dan perlu dilestarikan. Sebelum menjadi lebih modern seperti saat ini, bahasa Indonesia mengalami perubahan yang mendasar. Bahasa Melayu merupakan cikal bakal bahasa Indonesia. Pilihan untuk mengambil bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia ternyata ditunjang oleh faktor sejarah yang lain, bahwa bahasa Melayu telah berabad-abad digunakan sebagai lingua franca untuk seluruh kepulauan nusantara.
Dalam arti akademisnya, lingua franca adalah suatu bahasa yang berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi tidak berfungsi sebagai penunjuk identitas pemakainya. Penetapan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia pada tahun 1928 merupakan sebuah pembaruan besar. Secara tidak langsung, bahasa Indonesia telah dikukuhkan menjadi sebuah penunjuk identitas bangsa. Bahasa Indonesia telah menjadi sebuah alat pemersatu bagi rakyat Indonesia.
Selain bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai bahasa nasional, bahasa daerah kini juga memiliki posisi yang mengkhawatirkan. Kebudayaan majemuk yang tersebar pada tiap provinsi turut menyumbangkan bahasa daerah yang beraneka ragam. Keberagaman budaya ini menunjukkan kekhasan adat budaya masing-masing daerah yang ada. Di sisi lain, arus globalisasi semakin gencar memasuki kehidupan modern dan melunturkan semangat berbahasa daerah. Saat ini kaum terpelajar akan merasa bangga jika mampu bertutur dalam bahasa asing. Hal itu tentunya dikarenakan kebutuhan dunia pekerjaan saat ini yang menuntut para ahli memiliki kecakapan baik dalam berbahasa.
Banyak hal yang sebenarnya dapat dilakukan untuk membuat bahasa Indonesia menjadi lebih dicintai di negeri sendiri. Sebagai contoh, sebuah kegiatan dirancang untuk meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi dan forum resmi. Kegiatan yang diinisiasi oleh Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bertajuk Kampanye Gerakan Cinta Bahasa Indonesia (GCBI) diadakan di beberapa titik keramaian pada Minggu, 17 November 2013. Alumni Duta Bahasa Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2011 dan 2013 menjadi agen untuk membagi-bagikan buku Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang serta Lagu Kebangsaan kepada masyarakat secara luas.
Dengan menyosialisasikan pentingnya kedudukan bahasa Indonesia, diharapkan masyarakat menjadi lebih mengutamakan bahasa Indonesia dalam ragam komunikasi resmi. Bahasa Indonesia harus tetap berperan dalam kehidupan masyarakat. Selain bahasa Indonesia, bahasa daerah juga harus dilestarikan sedemikian rupa. Generasi muda saat ini merupakan ujung tombak pelestarian bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara. Bahasa daerah bukan merupakan sebuah momok yang menakutan. Bahasa daerah merupakan sebuah aset yang harus dilindungi, dilestarikan dan dituturkan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari merupakan pencerminan sikap cinta tanah air Indonesia.
Bahasa tak otomatis membentuk bangsa. Bahasa bisa datang dan pergi. Begitu pula dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Perlunya perlindungan terhadap bahasa mulai dirasakan penting ketika dunia mengarah pada penunggalan penggunaan bahasa. Dalam konteks dunia: Inggris, dan dalam konteks Indonesia: bahasa Indonesia. Keanekaragaman bahasa daerah di negeri kita tidak dirayakan, dan hubungan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia tampak kurang baik karena bahasa daerah jadi imperior terhadap bahasa Indonesia. Mungkin perlu untuk merayakan keduanya secara berimbang dalam bentuk kebijakan yang konstruktif supaya menyatukan tidak berarti memberangus keanekaragaman yang ada.(*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Mempertuan Bahasa Indonesia di Negeri Sendiri

Dengan url

http://bangkabarita.blogspot.com/2013/11/mempertuan-bahasa-indonesia-di-negeri.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Mempertuan Bahasa Indonesia di Negeri Sendiri

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Mempertuan Bahasa Indonesia di Negeri Sendiri

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger