Opini: Peningkatan Literasi Keuangan Syariah Melalui Konsepsi Bank Plasma

Written By Unknown on Jumat, 06 Maret 2015 | 11.37

Opini: Rica Winsyah, Pelaku Ekonomi Syariah

Komposisi penduduk yang mayoritas muslim seharusnya dapat membuat ekonomi syariah di Indonesia berkembang lebih pesat. Sebagai salah satu negeri yang padat penduduknya, Indonesia memiliki karakteristik dan potensi penduduk yang luar biasa. Penduduk indonesia saat ini berjumlah 237 juta jiwa (sensus penduduk 2010). Sebanyak 61% dari populasi adalah usia produktif (15-60) tahun. Dari total penduduk sebanyak 237 juta jiwa tersebut, 86% diantaranya atau 205 juta jiwa beragama islam (Fauzi, 2012).

Namun di mata dunia, perekonomian syariah di Indonesia masih jauh tertinggal, bahkan dibandingkan negara yang sedikit penduduk muslim sekalipun. Hal ini dapat terlihat dari masih kecilnya kontribusi aset lembaga keuangan syariah (bank syariah) dibandingkan dengan aset bank konvensional.

Disisi lain, besarnya potensi penduduk muslim yang dimiliki oleh Indonesia ternyata berbanding lurus dengan jumlah keberadaan bangunan masjid dan mushola yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Perkembangan jumlah bangunan masjid dan mushola menurut data Yayasan Bina Daya Umat, terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2009, jumlah masjid dan mushola yang terdata berjumlah 409.402 buah. Kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2010 yakni berjumlah 419.273.

Hingga saat ini, sebagian besar masjid hanya dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat ibadah saja. Padahal ada beberapa kemungkinan gagasan ke depan fungsi masjid yang diharapkan hadir di tengah masyarakat, seperti menyediakan tempat tinggal untuk penuntut ilmu, menyediakan perpustakaan dan ruang baca, menampilkan buletin dan papan informasi, menyediakan lapangan olahraga, menyediakan gedung serba guna, menyediakan kantor pengurus harian dan ruang bimbingan konseling keagamaan, membangun lembaga pendidikan dan latihan, membangun klinik kesehatan masjid, membangun lembaga pemberdayaan ekonomi umat, membentuk lembaga amil zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF), dan lain sebagainya.

Komposisi penduduk Indonesia yang di dominasi oleh muslim juga berdampak pada besarnya potensi zakat yang berhasil dihimpun.
Berdasarkan penelitian tahun 2011 yang dilakukan Baznas bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB), diketahui bahwa potensi zakat di Indonesia sampai tahun 2013 sangat besar, yaitu sekitar 217 triliun atau sebesar 3,4 persen dari PDB Indonesia. Hasil penghimpunan zakat dari lembaga-lembaga zakat tahun 2013 hanya mencapai Rp 2,5 triliun.

Jelas masih ada banyak kesenjangan antara potensi dan realisasi penerimaan zakat. Meski demikian, ada kemajuan yang signifikan dilihat dari penerimaan zakat setiap tahun. Penerimaan zakat pada tahun 2008 mencapai angka Rp 920 miliar, tahun 2009 mencapai Rp 1,2 triliun atau ada peningkatan sebesar 30,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan tahun 2010 sebesar Rp 1.5 triliun atau meningkat sebesar 25 persen, tahun 2011 mencapai Rp 1,73 triliun atau meningkat sebesar 15 persen, tahun 2012 mencapai Rp 2,2 triliun meningkat sebesar 27,17 persen, dan tahun 2013 mencapai Rp 2,5 triliun.

Melihat begitu besarnya potensi zakat dan jumlah masjid di Indonesia, maka sudah saatnya masjid dan zakat menjadi bagian dari solusi masyarakat untuk ikut serta menyelesaikan dan meringankan problematika hidup umat. Masjid perlu diberdayakan melalui pembinaan pengurus dan jamaahnya, dan melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pemberdayaan ini tentu saja akan lebih tepat dengan melibatkan unsur pemerintah, masyarakat, dan lembaga keuangan syariah formal seperti bank syariah.

Bank plasma
Dari uraian tersebut, terdapat beberapa tantangan sekaligus peluang yang dihadapi oleh literasi keuangan khususnya akses keuangan syariah. Pertama, Indonesia sebenarnya memiliki potensi penduduk muslim yang besar untuk diberdayakan. Kedua, Indonesia memiliki bangunan masjid yang banyak namun belum terkelola secara produktif, baru sebatas digunakan sebagai tempat ibadah. Ketiga, Indonesia memiliki potensi dana zakat, infak, sedekah dan wakaf yang besar, sekitar 217 Triliun per tahun.
Keempat, Perusahaan di Indonesia khususnya lembaga keuangan syariah memiliki dana CSR yang belum terkelola dan terakses secara optimal oleh masyarakat, tumpang tindih, serta masih berorientasi sosial murni, sehingga tidak berorientasi pada pemberdayaan masyarakat secara lebih spesifik. Kelima, Lembaga keuangan yang ada seperti Koperasi atau BMT seringkali terkendala modal, dikarenakan sebagian besar modal mereka berasal swadaya masyarakat (anggota) dan hampir tidak ada pembinaan langsung secara komprehensif dari lembaga keuangan syariah.
Maka perlu dirancang strategi alternatif untuk meningkatkan akses keuangan yang lebih inklusif terhadap masyarakat. Konsep/program ini diharapkan mampu untuk mendongkrak akses keuangan khususnya terhadap lembaga keuangan syariah. Salah satu konsep yang dapat ditawarkan adalah konsep plasma, sebagaimana telah diterapkan pada perusahaan-perusahaan perkebunan yang telah terbukti memberikan banyak manfaat bagi masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan, baik dari segi edukasi maupun kesejahteraan.
Apabila sistem plasma ini juga diterapkan pada lembaga keuangan syariah, maka diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan aset dan pangsa pasar syariah di Indonesia. Konsep Bank Plasma akan lebih merakyat, dikarenakan masyarakat sebagai objek sekaligus pelaku utama dalam pengelolaan keuangan. Apalagi konsep ini melibatkan pemerintah dan lembaga keuangan syariah sebagai institusi pembinaan, sehingga tentu saja akan dapat meningkatkan akses keuangan yang lebih inklusif kepada masyarakat.
Secara umum, plasma adalah sebuah konsep kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat, yang mana dalam kemitraan tersebut terjadi hubungan timbal balik atau simbiosis mutualisme. Konsepsi kemitraan plasma umumnya digunakan dalam dunia perkebunan, sebagai bentuk kepedulian perusahaan dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi perusahaan. Konsepsi bank plasma adalah sebuah rancangan program pendirian sebuah bank masyarakat yang merupakan kombinasi antara sistem BMT/Koperasi dengan sistem kemitraan plasma dalam bidang jasa keuangan. Apabila selama ini BMT atau koperasi dijalankan dan dibentuk secara swadaya oleh masyarakat, maka bank plasma menuntut peran perusahaan/lembaga keuangan syariah formal secara aktif. Pendirian BMT/Koperasi yang dilakukan secara swadaya seringkali menimbulkan hambatan berupa terbatasnya modal yang dimiliki oleh koperasi tersebut dan kurangnya pelatihan serta pembinaan formal yang didapatkan oleh pengurus dikarenakan hanya bergantung pada program pemerintah yang terbatas.
Bank plasma dalam pendiriannya tersebut melibatkan tiga unsur yaitu unsur lembaga keuangan syariah formal (bank syariah) sebagai induk/mitra, pemerintah sebagai mediator sekaligus penjamin dan salah satu sumber modal, serta masyarakat sebagai pengurus melalui perwakilan yayasan/pengurus masjid dan badan amil zakat. Sehingga diharapkan dengan peran tiga unsur tersebut dapat bersinergi untuk meningkatkan akses keuangan syariah di masyarakat.
Misi utama pendirian bank plasma adalah, 1) sebagai wujud kepedulian lembaga keuangan syariah dalam memberdayakan ekonomi masyarakat khususnya di desa, 2) meningkatkan jumlah masyarakat yang bankable, 3) mengubah pengelolaan ziswaf masyarakat dan CSR perusahaan yang sebelumnya sosial murni menjadi sosio produktif.
Bank plasma adalah sebuah konsep sistem perbankan yang merupakan program kemitraan antara lembaga keuangan syariah dan masyarakat yang dikelola berbasis masjid. Program ini dapat dijalankan pada masjid utama di wilayah sebuah desa. Bank plasma dapat dibentuk dengan dua cara yaitu membentuk bank plasma baru, dan konversi koperasi/BMT/BUMDes yang kurang produktif menjadi bank plasma. Sumber dana bank plasma dapat berasal dari penghimpunan dana ZISWAF masjid, CSR bank syariah, pemerintah daerah, kas desa, maupun individu masyarakat desa. Dengan hadirnya bank plasma, masyarakat diharapkan dapat mengelola sendiri dananya dalam bentuk simpanan maupun pinjaman.
Konsepsi bank plasma diharapkan mampu menjawab tantangan pengelolaan keuangan berbasis syariah di sebuah desa/kelurahan. Mengingat saat ini setiap desa menerima kucuran dana yang cukup besar dari pemerintah daerah, seperti program 1 Milyar 1 kelurahan misalnya, yang menuntut aparat desa dan masyarakat desa itu sendiri harus cerdas dalam pengelolaannya. Jika tidak terkelola dengan baik, maka sebesar apapun dana yang dikucurkan tidak akan berdampak signifikan pada peningkatan ekonomi masyarakat desa tersebut.(*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Opini: Peningkatan Literasi Keuangan Syariah Melalui Konsepsi Bank Plasma

Dengan url

http://bangkabarita.blogspot.com/2015/03/opini-peningkatan-literasi-keuangan.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Opini: Peningkatan Literasi Keuangan Syariah Melalui Konsepsi Bank Plasma

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Opini: Peningkatan Literasi Keuangan Syariah Melalui Konsepsi Bank Plasma

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger