Opini: Middle-Income or Poverty Trap?

Written By Unknown on Kamis, 03 April 2014 | 11.37

Rostamaji Korniawan, Analis Ekonomi dan Sosial

Indonesia termasuk negara yang berada pada lower-middle-income-economies. Bersama - sama dengan Laos, Vietnam, Filipina, dan Timor Leste, Indonesia memiliki income per kapita diantara $1,026 dan $4,035. Sementara itu, Malaysia dan Thailand merupakan dua negara di Asia Tenggara yang memiliki level income diatas dari kelima negara yang telah disebutkan sebelumnya. Namun demikian, seluruh negara Asia Tenggara tersebut berada pada middle-income-level, kecuali Singapura, Brunei Darrusalam, Myanmar, dan Kamboja. Singapura dan Brunei Darrusalam berada pada high-income-level, sedangkan Myanmar dan Kamboja berada pada low-income-level.
Saat ini, Indonesia berusaha untuk keluar dari middle-income-trap yang selalu menjadi hangat perbincangan publik, baik dikalangan ekonom maupun masyarakat secara luas yang bukan dari kalangan ekonom. Untuk keluar dari jebakan ini, sebuah negara memerlukan usaha yang keras, sehingga income per kapita yang mereka miliki saat ini dapat bergerak naik menuju income level yang sesuai dengan harapan setiap bangsa, yaitu high-income-level.
Kenaikan income per kapita menunjukkan bahwa setiap masyarakat memiliki pendapatan jauh lebih besar, sehingga mereka layak untuk menyandang predikat sebagai masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan yang tinggi. Namun apakah demikian adanya? Sudah banyak yang menyakan bahwa income per kapita tidak menggambarkan realitas yang sebenarnya. Jurang perbedaan income yang tinggi dan kemiskinan merupakan salah satu perbedaan realitas yang dipertanyakan diatas. Kemiskinan masih menjadi wajah yang seringkali ditutupi oleh negara - negara maju sekalipun. Kemiskinan bukan merupakan pernyakit masyarakat, hanya saja kemiskinan ada karena adanya kesenjangan dalam mendapatkan pendapatan yang merata.
Pengurangan kemiskinan menjadi target disetiap negara, yang secara internasional telah dituangkan didalam Millenium Development Goals (Tambunan, 2008) milik the United Nations. Indonesia sebagai salah satu anggota the United Stations secara terbuka mendukung program tersebut dimana pelaksananaanya telah dilakukan dengan dengan berbagai cara, seperti pemberian bantuan langsung tunai, pemberian beras miskin, pendidikan, kesehatan, pembangunan perumahan rakyat, meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri sipil, pemberian kredit mikro, peningkatan kesejahteraan buruh, bantuan bagi penyandang cacat, dan peningkatan mutu pelayanan publik.
Pemberian bantuan langsung tunai selalu diberikan ketika ada kebijakan pemerintah yang dapat memberikan dampak terhadap penurunan daya beli masyarakat kecil, sehingga pemerintah memandang perlu untuk memberikan bantuan langsung tunai bagi masyarakat yang dikategorikan sebagai keluarga miskin dan keluarga pra sejahtera.
Disamping program pengentasan kemiskinan, kemampuan pemerintah menjaga stabilitas  ekonomi saat ini menunjukkan bahwa masyarakat dan pemerintah sudah dapat menilai bahwa hubungan kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat dapat mempercepat peningkatan stabilitas ekonomi. Namun, disaat pemerintah sudah merasa optimis dengan perkembangan ekonomi yang terjadi akhir - akhir ini, timbul permasalahan baru dimana proyeksi Bank Dunia menetapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5,3 persen, jauh dibandingkan dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi tahun 2013 yang lalu. Bagi pemerintah, proyeksi pertumbuhan ekonomi merupakan pemacu bahwa pemerintah masih tetap yakin untuk menyakinkan masyarakat bahwa ekonomi masyarakat akan tetap berkembang seiring dengan perbaikan pola pemerintahan dan pola perilaku masyarakat. Hal ini setidaknya bisa memberikan gambaran kepada masyarakat lainnya bahwa mereka dapat membebaskan diri dari belenggu kemiskinanan.

Teknologi dan kemiskinan
Untuk mencegah sebuah negara berada pada middle-income-trap tentu membutuhkan sebuah kerangka pengendalian makro dari pembangunan ekonomi dan masyarakat Indonesia. Keluarnya suatu negara dari middle-income-trap tentu akan mempengaruhi tingkat kemiskinan negara tersebut. Hal ini menyiratkan bahwa middle-income-trap dan proverty-trap merupakan dua sisi yang berbeda dari sebuah mata koin yang saling berhadapan, sehingga satu sisi mata koin tersebut akan mempengaruhi satu sisi yang lain dari mata koin yang sama.
Terbebasnya satu negara dari middle-income-trap juga akan membebaskan negara tersebut dari proverty-trap.  Asian Development Bank (ADB) dalam rilis informasi yang disampaikan kepada publik menyebutkan 15 negara berada pada middle-income-trap dimana indikasi pertumbuhan ekonomi berjalan lambat. Malaysia, Filipina, dan Thailand termasuk ke-15 negara tersebut. Apabila Indonesia mampu meningkatkan kapasitas produktivitasnya, bukan tidak mungkin Indonesia akan keluar dari middle-income-trap.
Dengan statusnya yang telah keluar dari middle-income-trap, Indonesia dapat bersaing dengan negara - negara yang telah memiliki high-economy value. Tidak hanya itu, Indonesia juga menjadi negara yang mampu meningkatkan performance untuk memberikan stimulus kepada negara low-income country untuk mengikuti jejak Indonesia.
Untuk keluar dari middle-income-trap, masih menurut ADB, pemerintah harus melakukan pendekatan yang menarik dimana penciptaan lingkungan usaha yang kondusif memungkinkan masyarakat dapat berkreasi dengan baik. Sedangkan dari pihak masyarakat, pengusaha pada khususnya, bisa menciptakan sebuah inovasi, sehingga hasil yang diproduksi mampu memberikan nilai tambah. Nilai tambah yang diperoleh dari kreativitas dan inovasi dapat terlaksana jika pemerintah maupun masyarakat dapat menginvestasikan dana tersebut pada kegiatan pendidikan dan research and development.
Dukungan terhadap research and development memang dapat membuktikan bahwa penelitian dapat mendorong masyarakat untuk menciptakan sebuah sistem atau pun produk yang dapat memudahkan manusia dalam menjalankan kegiatannya serta memenuhi kebutuhannya. Melihat hal ini, tentu pengembangan research and development tak lepas dengan perkembangan teknologi, sebab teknologi yang ada saat ini telah membawa negara - negara maju menjadi benchmarking bagi negara lain dengan komoditas mereka yang memiliki nilai tambah.
Amerika Serikat dan negara - negara Eropa merupakan negara benchmarking tersebut. Dari ilustrasi dukungan research and development sampai pada pengembangan teknologi yang up-to-date diatas menjadi penilaian bagi kita bahwa pengembangan teknologi pada dasarnya  mampu menurunkan tingkat kemiskinan, sehingga baik middle-income-trap maupun poverty trap dapat kita hindari.  (*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Opini: Middle-Income or Poverty Trap?

Dengan url

http://bangkabarita.blogspot.com/2014/04/opini-middle-income-or-poverty-trap.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Opini: Middle-Income or Poverty Trap?

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Opini: Middle-Income or Poverty Trap?

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger