Menimbang Peluang

Written By Unknown on Minggu, 19 Januari 2014 | 11.37

News Analysis: Anugra Bangsawan, Peneliti LIDAL

TIONGHOA dalam dinamika politik lokal paska reformasi ditandai dengan menguatnya politik identitas dalam setiap ruang pemilihan di ranah lokal (electoral elections).
Pergeseran perilaku politik tersebut berkorelasi positif dengan menjamurnya masyarakat Tionghoa dalam partai politik (parpol) maupun perseorangan dalam mendulang simpati pemilih. Demikian juga halnya menghadapi Pemilu, 9 Aril 2014 dalam waktu dekat ini.

Fenomena menguatnya politik identitas tersebut boleh jadi terinspirasi sukses Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang memenangkan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kabupaten Belitung Timur tahun 2005 lalu.

Tampilnya Ahok sebagai bupati pertama di Indonesia yang berasal dari  Tionghoa sekan berbanding lurus dengan kiprah politisi seperti Rudianto Tjen (DRP RI), Bahar Buasan dan Tellie Gozelie (DPD RI) dalam Pemilu 2009 lalu.

Pertanyaannya, bagaimana perilaku pemilih masyarakat di Bangka Belitung pada umumnya? Sejauhmana peluang mereka dalam Pemilu 2014 mendatang?
 

Sebagai hajatan akbar rakyat, yang menarik perhatian dalam proses pemilu adalah perilaku pemilih sebagai stakeholder (pemegang saham) yang akan menjadi penentu voter is determinator kemenangan dan kekalahan seorang caleg dalam pemilu.

Karakteristik pemilih semacam apa yang terdapat dalam masyarakat, apakah emotional voters atau rational voters?

Memahami perilaku pemilih dalam pemilu sangat dipengaruhi tiga pendekatan klasik, dan satu pendekatan modern yaitu political marketing. Namun sejauhmana diantara pendekatan tersebut berpengaruh sangat ditentukan oleh aspek situasi politik yang berkembang saat itu.
Adapun keempat pendekatan perilaku pemilih yang dimaksud adalah:
Pertama, pendekatan sosiologis menganggap bahwa setiap mamusia terikat dalam lingkaran sosialnya, semisal keluarga, rekan-rekan, tempat kerja dan lain sebagainya.  Jelasnya, keputusan sesorang dalam memilih kandidat lebih didorong oleh faktor kesamaan latar belakang agama, etnis, tempat tinggal, kelas sosial.
Kedua, pendekatan sosial psikologis menerangkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi keputusan dalam memilih kandidat lebih didorong oleh trias determinan, yakni identifikasi partai, orientasi kandidat dan orientasi isu politik.
Ketiga, pendekatan rasional-choice. Menurut model ini, yang menentukan dalam sebuah pilihan sangat dipengaruhi penilaian warga yang cakap. Pusat perhatiannya terletak pada perhitungan biaya dan manfaat (cost and benefit). Pemilih rasional lebih mempertimbangkan ketokohan, kandidat berupa kualitas, kemampuan, pengalaman serta jejak rekam (track record) dalam menentukan pilihannya. Sebaliknya, jika dalam penilaian pemilih tersebut tidak ada yang mendekati keinginannya, maka yang bersangkutan cenderung memilih untuk tidak memilih (golput).
Keempat, pendekatan political marketing. Menurut model ini, pilihan politik seseorang sangat dipengaruhi faktor pencitraan dan pemberitaan media. Pemilih lebih tertarik dengan tokoh tingkat pengenalan secara publik lebih unggul dari tokoh lainnya.
Dalam kaitan tersebut, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengurai, di Bangka Belitung komposisi penduduk berdasarkan etnisitasnya terbesar adalah Melayu Bangka dan Melayu Belitung sekitar 69 persen. Tionghoa dengan populasi 11 persen.  Selain itu, ada Jawa (6 persen), Bugis-Makassar (3 persen), Madura, dan sejumlah suku lain.
Sekalipun dari sisi kuantitas proporsi setiap etnik berbeda, praktik kesetaraan tidak tersingkirkan. Tampilnya sosok politisi pilihan masyarakat beretnik Tionghoa di DPR, seperti Rudianto Tjen dan Basuki Tjahaja Purnama, serta di Dewan Perwakilan Daerah seperti Tellie Gozelie dan Bahar Buasan, atau dalam kursi kepemimpinan lokal, seperti Bupati Belitung Timur Basuri Tjahaja Purnama, mengukuhkan terbukanya kesetaraan itu, sekaligus memorakporandakan konsep proporsionalitas politik yang umumnya dipraktikkan.
Terpilihnya sosok politisi beretnik Tionghoa tergolong alami dari hasil kalkulasi rasional pemilihnya dalam sejumlah ajang kontestasi politik. Pemilih mereka tidak semata-mata berasal dari kesamaan etnik atau agama.

Peluang

Dengan menjamurnya politisi Tionghoa dalam Pemilu 2014 mendatang tidak menjamin semakin besar peluang mereka untuk duduk di kursi parlemen lokal maupun nasional.
Pilihan politik masayarakat pada umumnya sangat ditentukan oleh faktor dominan ketokohan di masyarakat. Meski dominan menguasai bidang ekonomi, yang otomatis lebih percaya diri dengan kemampuan finansial, namun bukan menjadi jaminan mampu mendulang suara sebanyak mungkin.
Kepiawaian dalam bidang sosialisasi bermasyarakat, dan keunggulan dalam karya nyata yang  didukung persepsi positif masyarakat menjadi kata kunci untuk mengulangi sukses pada Pemilu 2009 lalu. Singkatnya, masyarakat mendambakan kehadiran tokoh yang tidak hanya dipilih berdasarkan faktor etnis dan agama, namun kemampuan dan karya nyata dalam melakukan perubahan besar dalam pembangunan yang berdampak positif pada kesejahteraan masyarakat. (tea)


Anda sedang membaca artikel tentang

Menimbang Peluang

Dengan url

http://bangkabarita.blogspot.com/2014/01/menimbang-peluang.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Menimbang Peluang

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Menimbang Peluang

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger