Yo Kite Bangun Babel dengan Cinta

Written By Unknown on Kamis, 21 November 2013 | 11.37

Oleh: Riswardi, M. Pd., Putra Belinyu-Riau Silip; Ketua Formabri; Kabag SDM KPU Babel

KAMIS, 21 Nopember 2013 ini masyarakat di Negeri Laskar Pelangi, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kembali memperingati dan merayakan hari ulang tahunnya yang ke-13. Sebuah kegiatan seremonial yang setiap tahunnya telah menjadi agenda tetap di pulau timah. Sebuah pertunjukan kepedulian terhadap perjuangan pembentukan provinsi ke-32 yang telah dirintis puluhan tahun oleh anak-anak negeri serumpun sebalai. Sebuah bentuk perhatian dan penghormatan yang tahun-tahun sebelumnya hanya dimanifestasikan dalam bentuk upacara bendera dan berbagai perlombaan sederhana yang terkesan "hanya dinikmati oleh PNS Pemprov di lingkungan Kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung".
Sebuah perhelatan rutin yang jelas-jelas perlu dikoreksi dan direposisi pada mindset dan mainframe spirit membangun daerah yang sebenar-benarnya. Bahkan, Peraturan Gubernur yang meregulasi tata cara peringatan HUT Provinsi Kepulauan Babel kabarnya baru di tahun  2013 ini disusun dan menjadi acuan bersama, terutama bagi anak-anak negeri yang tersebar di kabupaten/kota. Sebuah realita memprihatinkan betapa anak-anak negeri ini masih kurang begitu mensyukuri nikmat Alloh berupa sebuah provinsi yang konon kabarnya termasuk provinsi hasil pemekaran yang sukses di era otonomi daerah.
Sejak lahir 21 Nopember 2013 yakni pengesahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang kemudian diperkuat   dengan   Peraturan   Daerah   Nomor  58  Tahun  2003, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung telah menorehkan prestasi gemilang sebagai salah satu provinsi yang maju dan berkembang secara positif di era otonomi daerah. Bayangkan hanya dalam beberapa   tahun   provinsi   ini   telah   berdiri  sejajar dengan provinsi induknya, yakni
Provinsi Sumatera Selatan. Angka kemiskinan yang terus menurun, indeks pembangunan manusia (HDI) yang meningkat secara signifikan, pertumbuhan ekonomi yang  cukup stabil dan bahkan meningkat secara agregat per tahunnya, ikon pariwisata laskar pelangi yang telah menasional dan bahkan go internasional, serta dukungan stabilitas keamanan dan politik seakan terus melecut level provinsi ini ke jajaran provinsi berkelas.
Di balik hingar bingar berita gembira dan membanggakan tentang Bangka Belitung, kita dihadapkan pada kondisi yang sangat berpeluang menghentikan laju geliat pembangunan provinsi yang kaya dengan timah ini. Potensi negatif yang bakal memicu konflik ekonomi yang akan berakhir pada konflik sosial tersebut adalah persoalan eksploitasi biji timah yang membenturkan regulasi pemerintah pusat melalui UU Minerba dalam rangka mengendalikan fluktuasi harga timah dunia demi mendongkrak penerimaan pajak dan meminimalisasi pen penyelundupan timah pada satu sisi, upaya represif penertiban para penambang dan pengumpul ilegal oleh pihak kepolisian, serta mata pencaharian masyarakat penambang di Babel yang tentu tidak berkompromi pada kondisi di mana timah tidak bisa dijual sembarangan.
Kasus izin PT Kobatin di Bangka Tengah yang tidak lagi diperpanjang oleh pemerintah pusat yang berdampak serius pada penurunan kemampuan ekonomi masyarakat dan mengancam stabilitas keamanan kian menambah muram potret masa depan pertimahan di Babel.  Memperhatikan  fakta  ini, tentu kita semua perlu berempati luar biasa terhadap negeri
melayu yang kaya sumber daya alam ini. Rasa simpati dan keprihatinan kita terhadap nasib timah di pulau timah ini perlu dimanifestasikan dengan ikut memikirkan nasib saudara-saudara kita para penambang yang kian terpuruk, tidak tahu lagi harus mengadu nasibnya ke mana. Belum selesai persoalan biji timah, pro dan kontra seputar izin perluasan perkebunan sawit oleh pihak swasta berskala besar semakin menambah runyam.

Catatan kritis
Terbitnya Pergub yang mengatur tentang Pedoman dan Tata Cara Peringatan/Perayaan HUT Babel adalah langkah maju untuk meningkatkan rasa hormat   dan  penghargaan  seluruh  elemen  masyarakat Babel terhadap pejuang dan  proses perjuangan provinsi ini yang telah menyedot biaya, tenaga, dan pikiran yang tidak sedikit. Tanpa menjadi provinsi, tentu Babel tidak akan semaju ini. Tanpa menjadi provinsi, tentu anak-anak Babel hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri. Karena itu,   gebyar   peringatan  dan  perayaan   HUT Babel perlu bergema hingga ke pelosok-pelosok agar masyarakat Babel semakin mencintai negerinya. Bila perlu, gebyar peringatan HUT Babel juga dilaksanakan di Pulau Tujuh yang kini sedang dipersengketakan untuk menunjukkan perhatian yang tulus kepada saudara-saudara kita di sana.
Kedua, dalam konteks dinamika pembangunan daerah, usia Babel yang baru menginjak usia 13 tahun tentu tergolong muda dan belum berpengalaman.
Karena itu, pondasi provinsi timah ini perlu dibangun dengan hati-hati dan tentunya selaras dengan keinginan masyarakat Babel. Jargon bahwa provinsi ini dibentuk untuk kesejahteraan masyarakat Babel dalam konteks kepemilikan yang sah atas Negeri Serumpun Sebalai perlu dimanifestasikan secara nyata. Perlu dikaji kembali siapakah sebenarnya yang menikmati kekayaan alam berlimpah berupa timah yang sudah sekian ratus tahun digali
dari perut Babel. Apakah mereka adalah segelintir penguasa, sedikit pengusaha, atau bahkan orang luar yang mengadu nasib di negeri ini. Atau, jangan-jangan nasib masyarakat Babel sama dengan penduduk di Papua.
Di Papua keberadaan PT Free Port justru kurang memberikan kontribusi signifikan bagi kesejahteraan masyarakatnya yang justru menjadi penonton. Emas di bumi Papua justru dinikmati orang luar Papua. Perlu kembali dipertanyakan, apakah timah di Babel telah mampu meningkatkan income   perkapita   masyarakat   asli Babel? Selanjutnya, pertanyaan yang lebih krusial  lagi, apakah timah mampu menjadi andalan kesejahteraan masyarakat Babel dalam jangka panjang? Bagaimana kerusakan tanah, hutan, dan air akibat penambangan yang perlu segera direklamasi untuk anak cucu kita kelak?
Ketiga, HUT Babel tahun ini tentu diperingati dalam suasana keprihatinan, yakni adanya ancaman terhadap eksistensi masa depan pertimahan sebagai penopang utama perekonomian masyarakat. Kasus pelarangan aktivitas pembelian timah dan nasib   PT   Kobatin   yang   hingga  kini masih belum tuntas dan dampaknya terhadap
penurunan daya beli masyarakat harus menjadi PR bersama yang harus segera ditangani. Era pasca timah yang sebenarnya sudah lama didengung-dengungkan oleh para pemimpin di negeri ini sudah saatnya dipikirkan dan dicarikan jalan keluarnya sesegera mungkin.
Para pemimpin Babel, baik Gubernur, Bupati, dan Walikota harus bersinergi duduk bersama untuk menyusun langkah strategis mempersiapkan kondisi pasca timah sekarang juga. Mereka tidak boleh terlena dengan royalti timah yang dibagikan Pemerintah Pusat setiap tahunnya. Fakta bahwa struktur perekonomian masyarakat Babel yang cenderung labil dan fluktuatif harus  disikapi secara serius karena akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah. Geliat membangun sektor kepariwisataan sebagai salah satu sektor utama penyumbang PAD harus dimulai sekarang. Pada tataran aplikasi, para pelaku pariwisata dan pengemban
kewenangan kebijakan perpariwisataan haruslah diberi ruang yang cukup untuk mengkreasi bagaimana format pengembangan pariwisata yang ideal. Kepala Dinas Pariwisata haruslah berjiwa entrepreneuhenship dan benar-benar menguasai wilayah Babel.   Karena   itu,   personalnya haruslah orang Babel asli yang tahu benar wilayah-wilayah kepariwisataan di Babel, memiliki sense of owning, dan tentunya sangat mencintai tamah airnya sendiri.
Akhirnya, tentu semua pemimpin dan rakyat di Negeri Serumpun Sebalai ini harus bersepakat bahwa provinsi ini bukanlah titipan maupun hadiah dari siapa-siapa, bukanlah terbentuk dengan serta-merta, dan bukanlah dilahirkan dengan sia-sia.
Provinsi ini adalah hasil perjuangan berpuluh-puluh tahun, memakan tenaga, biaya, dan menguras pikiran yang luar biasa. Bahkan beberapa pejuang pembentukan provinsi ini telah terlebih dahulu dipanggil Sang Pencipta dan belum sempat menikmati kesejahteraan    masyarakat    Babel     dalam     konteks    yang    sesungguhnya. Yang memprihatinkan, ada kecenderungan bahwa Babel kini telah menjadi rebutan orang-orang luar yang mengadu nasib di negeri timah ini. Para peserta tes CPNS tanggal 3 Nopember 2013 lalu lebih dari 40 persen adalah orang luar. Sudah bukan rahasia umum bahwa selama ini ada kecenderungan Babel menjadi tempat transisi para pelamar PNS untuk kembali ke daerahnya. Dalam bisnis eksploitasi bahan tambang, tak terbilang sudah banyak pengusaha luar yang sukses meraup rupiah dari kekayaan perut bumi Babel.
Pada sisi birokrasi pemerintahan, dominasi "orang luar" masih demikian kuatnya. Ini dapat dilihat dari sebaran posisi-posisi jabatan penting birokrasi pada level pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yang belum menunjukkan angka ideal untuk sebuah daerah pemekaran yang tentunya lebih mengedepankan porsi berlebih untuk putra daerah, misalnya 80 persen berbanding 20 persen. Kehadiran putra daerah dalam posisi-posisi strategis jajaran birokrasi pemerintahan dalam teori manajemen pembangunan daerah baru akan merupakan jaminan utama bagi tersedianya   pondasi    pembangunan    daerah   yang kuat.
Saatnya Gubernur, Bupati, Walikota memberi ruang yang lebih luas bagi para pejabat "putra daerah" untuk membangun daerahnya sembari menyiapkan mereka dalam menghadapi era kompetisi ketika Babel sudah maju dan berkembang seperti DKI Jakarta, Palembang, atau Medan di mana persaingan yang ada adalah adu kompetensi, pengalaman, dan skill yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Yo kite bangun Babel dengan cinta dan ketulusan. Dirgahayu Babel ke-13, semoga semakin maju dan sejahtera.(*)

Kamis, 21 Nopember 2013 ini masyarakat di Negeri Laskar Pelangi, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kembali memperingati dan merayakan hari ulang tahunnya yang ke-13. Sebuah kegiatan seremonial yang setiap tahunnya telah menjadi agenda tetap di pulau timah. Sebuah pertunjukan kepedulian terhadap perjuangan pembentukan provinsi ke-32 yang telah dirintis puluhan tahun oleh anak-anak negeri serumpun sebalai. Sebuah bentuk perhatian dan penghormatan yang tahun-tahun sebelumnya hanya dimanifestasikan dalam bentuk upacara bendera dan berbagai perlombaan sederhana yang terkesan "hanya dinikmati oleh PNS Pemprov di lingkungan Kantor Gubernur Kepulauan Bangka Belitung".
Sebuah perhelatan rutin yang jelas-jelas perlu dikoreksi dan direposisi pada mindset dan mainframe spirit membangun daerah yang sebenar-benarnya. Bahkan, Peraturan Gubernur yang meregulasi tata cara peringatan HUT Provinsi Kepulauan Babel kabarnya baru di tahun 2013 ini disusun dan menjadi acuan bersama, terutama bagi anak-anak negeri yang tersebar di kabupaten/kota. Sebuah realita memprihatinkan betapa anak-anak negeri ini masih kurang begitu mensyukuri nikmat Alloh berupa sebuah provinsi yang konon kabarnya termasuk provinsi hasil pemekaran yang sukses di era otonomi daerah.
Sejak lahir 21 Nopember 2013 yakni pengesahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 58 Tahun 2003, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung telah menorehkan prestasi gemilang sebagai salah satu provinsi yang maju dan berkembang secara positif di era otonomi daerah. Bayangkan hanya dalam beberapa tahun provinsi ini telah berdiri sejajar dengan provinsi induknya, yakni
Provinsi Sumatera Selatan. Angka kemiskinan yang terus menurun, indeks pembangunan manusia (HDI) yang meningkat secara signifikan, pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dan bahkan meningkat secara agregat per tahunnya, ikon pariwisata laskar pelangi yang telah menasional dan bahkan go internasional, serta dukungan stabilitas keamanan dan politik seakan terus melecut level provinsi ini ke jajaran provinsi berkelas.
Di balik hingar bingar berita gembira dan membanggakan tentang Bangka Belitung, kita dihadapkan pada kondisi yang sangat berpeluang menghentikan laju geliat pembangunan provinsi yang kaya dengan timah ini. Potensi negatif yang bakal memicu konflik ekonomi yang akan berakhir pada konflik sosial tersebut adalah persoalan eksploitasi biji timah yang membenturkan regulasi pemerintah pusat melalui UU Minerba dalam rangka mengendalikan fluktuasi harga timah dunia demi mendongkrak penerimaan pajak dan meminimalisasi pen penyelundupan timah pada satu sisi, upaya represif penertiban para penambang dan pengumpul ilegal oleh pihak kepolisian, serta mata pencaharian masyarakat penambang di Babel yang tentu tidak berkompromi pada kondisi di mana timah tidak bisa dijual sembarangan.
Kasus izin PT Kobatin di Bangka Tengah yang tidak lagi diperpanjang oleh pemerintah pusat yang berdampak serius pada penurunan kemampuan ekonomi masyarakat dan mengancam stabilitas keamanan kian menambah muram potret masa depan pertimahan di Babel. Memperhatikan fakta ini, tentu kita semua perlu berempati luar biasa terhadap negeri
melayu yang kaya sumber daya alam ini. Rasa simpati dan keprihatinan kita terhadap nasib timah di pulau timah ini perlu dimanifestasikan dengan ikut memikirkan nasib saudara-saudara kita para penambang yang kian terpuruk, tidak tahu lagi harus mengadu nasibnya ke mana. Belum selesai persoalan biji timah, pro dan kontra seputar izin perluasan perkebunan sawit oleh pihak swasta berskala besar semakin menambah runyam.

Catatan kritis
Terbitnya Pergub yang mengatur tentang Pedoman dan Tata Cara Peringatan/Perayaan HUT Babel adalah langkah maju untuk meningkatkan rasa hormat dan penghargaan seluruh elemen masyarakat Babel terhadap pejuang dan proses perjuangan provinsi ini yang telah menyedot biaya, tenaga, dan pikiran yang tidak sedikit. Tanpa menjadi provinsi, tentu Babel tidak akan semaju ini. Tanpa menjadi provinsi, tentu anak-anak Babel hanya akan menjadi penonton di negeri sendiri. Karena itu, gebyar peringatan dan perayaan HUT Babel perlu bergema hingga ke pelosok-pelosok agar masyarakat Babel semakin mencintai negerinya. Bila perlu, gebyar peringatan HUT Babel juga dilaksanakan di Pulau Tujuh yang kini sedang dipersengketakan untuk menunjukkan perhatian yang tulus kepada saudara-saudara kita di sana.
Kedua, dalam konteks dinamika pembangunan daerah, usia Babel yang baru menginjak usia 13 tahun tentu tergolong muda dan belum berpengalaman.
Karena itu, pondasi provinsi timah ini perlu dibangun dengan hati-hati dan tentunya selaras dengan keinginan masyarakat Babel. Jargon bahwa provinsi ini dibentuk untuk kesejahteraan masyarakat Babel dalam konteks kepemilikan yang sah atas Negeri Serumpun Sebalai perlu dimanifestasikan secara nyata. Perlu dikaji kembali siapakah sebenarnya yang menikmati kekayaan alam berlimpah berupa timah yang sudah sekian ratus tahun digali
dari perut Babel. Apakah mereka adalah segelintir penguasa, sedikit pengusaha, atau bahkan orang luar yang mengadu nasib di negeri ini. Atau, jangan-jangan nasib masyarakat Babel sama dengan penduduk di Papua.
Di Papua keberadaan PT Free Port justru kurang memberikan kontribusi signifikan bagi kesejahteraan masyarakatnya yang justru menjadi penonton. Emas di bumi Papua justru dinikmati orang luar Papua. Perlu kembali dipertanyakan, apakah timah di Babel telah mampu meningkatkan income perkapita masyarakat asli Babel? Selanjutnya, pertanyaan yang lebih krusial lagi, apakah timah mampu menjadi andalan kesejahteraan masyarakat Babel dalam jangka panjang? Bagaimana kerusakan tanah, hutan, dan air akibat penambangan yang perlu segera direklamasi untuk anak cucu kita kelak?
Ketiga, HUT Babel tahun ini tentu diperingati dalam suasana keprihatinan, yakni adanya ancaman terhadap eksistensi masa depan pertimahan sebagai penopang utama perekonomian masyarakat. Kasus pelarangan aktivitas pembelian timah dan nasib PT Kobatin yang hingga kini masih belum tuntas dan dampaknya terhadap
penurunan daya beli masyarakat harus menjadi PR bersama yang harus segera ditangani. Era pasca timah yang sebenarnya sudah lama didengung-dengungkan oleh para pemimpin di negeri ini sudah saatnya dipikirkan dan dicarikan jalan keluarnya sesegera mungkin.
Para pemimpin Babel, baik Gubernur, Bupati, dan Walikota harus bersinergi duduk bersama untuk menyusun langkah strategis mempersiapkan kondisi pasca timah sekarang juga. Mereka tidak boleh terlena dengan royalti timah yang dibagikan Pemerintah Pusat setiap tahunnya. Fakta bahwa struktur perekonomian masyarakat Babel yang cenderung labil dan fluktuatif harus disikapi secara serius karena akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan daya saing daerah. Geliat membangun sektor kepariwisataan sebagai salah satu sektor utama penyumbang PAD harus dimulai sekarang. Pada tataran aplikasi, para pelaku pariwisata dan pengemban
kewenangan kebijakan perpariwisataan haruslah diberi ruang yang cukup untuk mengkreasi bagaimana format pengembangan pariwisata yang ideal. Kepala Dinas Pariwisata haruslah berjiwa entrepreneuhenship dan benar-benar menguasai wilayah Babel. Karena itu, personalnya haruslah orang Babel asli yang tahu benar wilayah-wilayah kepariwisataan di Babel, memiliki sense of owning, dan tentunya sangat mencintai tamah airnya sendiri.
Akhirnya, tentu semua pemimpin dan rakyat di Negeri Serumpun Sebalai ini harus bersepakat bahwa provinsi ini bukanlah titipan maupun hadiah dari siapa-siapa, bukanlah terbentuk dengan serta-merta, dan bukanlah dilahirkan dengan sia-sia.
Provinsi ini adalah hasil perjuangan berpuluh-puluh tahun, memakan tenaga, biaya, dan menguras pikiran yang luar biasa. Bahkan beberapa pejuang pembentukan provinsi ini telah terlebih dahulu dipanggil Sang Pencipta dan belum sempat menikmati kesejahteraan masyarakat Babel dalam konteks yang sesungguhnya. Yang memprihatinkan, ada kecenderungan bahwa Babel kini telah menjadi rebutan orang-orang luar yang mengadu nasib di negeri timah ini. Para peserta tes CPNS tanggal 3 Nopember 2013 lalu lebih dari 40 persen adalah orang luar. Sudah bukan rahasia umum bahwa selama ini ada kecenderungan Babel menjadi tempat transisi para pelamar PNS untuk kembali ke daerahnya. Dalam bisnis eksploitasi bahan tambang, tak terbilang sudah banyak pengusaha luar yang sukses meraup rupiah dari kekayaan perut bumi Babel.
Pada sisi birokrasi pemerintahan, dominasi "orang luar" masih demikian kuatnya. Ini dapat dilihat dari sebaran posisi-posisi jabatan penting birokrasi pada level pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota yang belum menunjukkan angka ideal untuk sebuah daerah pemekaran yang tentunya lebih mengedepankan porsi berlebih untuk putra daerah, misalnya 80 persen berbanding 20 persen. Kehadiran putra daerah dalam posisi-posisi strategis jajaran birokrasi pemerintahan dalam teori manajemen pembangunan daerah baru akan merupakan jaminan utama bagi tersedianya pondasi pembangunan daerah yang kuat.
Saatnya Gubernur, Bupati, Walikota memberi ruang yang lebih luas bagi para pejabat "putra daerah" untuk membangun daerahnya sembari menyiapkan mereka dalam menghadapi era kompetisi ketika Babel sudah maju dan berkembang seperti DKI Jakarta, Palembang, atau Medan di mana persaingan yang ada adalah adu kompetensi, pengalaman, dan skill yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Yo kite bangun Babel dengan cinta dan ketulusan. Dirgahayu Babel ke-13, semoga semakin maju dan sejahtera.(*)


Anda sedang membaca artikel tentang

Yo Kite Bangun Babel dengan Cinta

Dengan url

http://bangkabarita.blogspot.com/2013/11/yo-kite-bangun-babel-dengan-cinta.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

Yo Kite Bangun Babel dengan Cinta

namun jangan lupa untuk meletakkan link

Yo Kite Bangun Babel dengan Cinta

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger