BANGKAPOS.COM, JAKARTA — Kemunculan Joko Widodo dengan elektabilitas tertinggi dibandingkan dengan sosok lain diperkirakan makin menghidupkan persaingan dalam bursa calon presiden tahun 2014. Apalagi sejumlah partai politik tetap ingin mengajukan calon sendiri. Namun, fenomena Joko Widodo membuat kalkulasi politik berubah.
Dalam survei Kompas, elektabilitas Joko Widodo (Jokowi) paling tinggi, di atas Prabowo Su- bianto, Megawati Soekarnoputri, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie. Jokowi pun diyakini paling berpeluang memenangi Pemilihan Umum Presiden 2014.
Bursa calon presiden (capres) tampaknya makin dinamis, termasuk dengan saling mengawinkan pasangan untuk mencapai elektabilitas tinggi. Sampai saat ini, walaupun masih banyak yang menunggu hasil pemilu legislatif, sejumlah parpol bertekad tetap mengusung calon sendiri, seperti Prabowo (Gerindra), Aburizal Bakrie (Golkar), Hatta Rajasa (PAN), Wiranto-Hary Tanoesoedibjo (Hanura).
Fenomena Jokowi juga menjungkalkan konstelasi politik lama yang persiapannya sudah dirintis sejak 2009. Direktur Riset Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, tokoh-tokoh lama, seperti Prabowo dan Aburizal, harus berhitung ulang menghadapi fenomena itu. Semua pihak sedang menunggu tiga hal yang kemungkinan bisa terjadi. "Pertama, berharap PDI-P tidak ajukan Jokowi agar kekuatan semua pihak kembali lagi pada titik nol," katanya.
Kedua, kompetitor Jokowi bisa berkoalisi dengan Jokowi, entah bagaimana negosiasinya. Skenario ketiga, pada titik ekstrem, kubu non-Jokowi bisa punya satu semangat untuk menjegal Jokowi secara bersama-sama agar kekuatan Jokowi bisa diimbangi.
"Mereka pasti akan berhitung dengan variabel Jokowi ini, entah melawan, menjatuhkan, atau bergabung," kata Yunarto, Selasa (27/8). Siapa pun yang akan menjegal atau mengajak Jokowi tetap punya peluang mencapai titik kulminasi, tetapi bedanya saat ini momentum sedang berada di tangan Jokowi.
Namun, parpol lain juga terus bergerak. Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan bahwa partainya mengamati lima hingga delapan sosok sebagai calon wakil presiden. Dari nama-nama itu, umumnya bukan orang partai dan dua sampai tiga orang adalah perempuan.
"Kongres Luar Biasa Partai Gerindra pada Februari 2012 memutuskan Prabowo Subianto sebagai capres dan memberi amanat kepada Prabowo untuk mengambil keputusan tentang calon wakil presiden yang akan mendampingi. Meski punya kewenangan penuh, Prabowo biasanya selalu minta pertimbangan kami. Saat ini, kami dalam proses komunikasi dengan lima hingga delapan nama calon wakil presiden itu," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Fungsionaris PAN, Teguh Juwarno, juga menegaskan, hasil survei Kompas menjadi lecutan bagi kader untuk memperoleh hasil terbaik dalam pemilu legislatif. PAN juga tetap akan mengusung Ketua Umum Hatta Rajasa sebagai capres meski tidak masuk lima besar.
Namun, PAN terus berupaya mendorong peningkatan popularitas serta elektabilitas Hatta, antara lain menyosialisasikan keberhasilan Hatta sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.
Jadi, PDI-P pun sebaiknya memastikan Jokowi sebagai kandidat presiden menjelang pemilu legislatif sehingga elektabilitas PDI-P dapat ditingkatkan. Hasil survei itu harus dipertimbangkan betul-betul oleh PDI-P. Kalau salah menentukan, itu justru bisa menurunkan elektabilitas PDI-P," kata pakar hukum tata negara Saldi Isra.
Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya akan memperhatikan momen yang tepat untuk mengumumkan capres, termasuk cawapres. "Momentum menentukan capres menjadi strategi dan kebijakan partai," katanya. Untuk itu, diperlukan telaah mendalam. Dinamika politik perlu diperhatikan. Perlu dipertimbangkan pula, yaitu cawapres yang akan dipilih.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyambut baik dan siap mendampingi Jokowi sebagai capres ataupun cawapres jika hal itu bisa membawa manfaat bagi rakyat dan negara. Namun, semua itu berpulang pada kehendak PDI-P yang akan mengusungnya, dan pilihan rakyat itu sendiri.
"Bagi saya, hanya satu, selama bisa bermanfaat bagi rakyat dan negara, saya siap melaksanakannya jika bersama Pak Jokowi," ujarnya.
Menurut Kalla, Jokowi adalah sosok yang didorongnya saat akan menjadi calon gubernur DKI Jakarta tahun lalu.
"Jokowi sosok yang memiliki kepribadian baik, punya kemampuan, bisa mengambil keputusan dan memenuhi aspirasi rakyat. Lebih penting lagi, jika saya bersama Jokowi, ada yang bilang, itu sebuah harmoni, antara perwakilan Jawa dan luar Jawa," lanjutnya.
Bagi Tjahjo, PDI-P sangat memperhitungkan hasil-hasil survei yang dilakukan secara independen. PDI-P juga perlu mendengarkan aspirasi masyarakat. "Saya tidak bisa men-declare ya atau tidak. Perlu dilihat dinamika politik," kata Tjahjo ketika ditanya apakah PDI-P mengumumkan Jokowi sebagai capres menjelang pemilu legislatif.
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, R Siti Zuhro, mengatakan, PDI-P perlu mempertimbangkan Jokowi, tetapi perlu dikalkulasi serius karena PDI-P juga harus menghitung keberlanjutan politik dinasti yang selama ini melekat pada sosok Megawati.
"Lampu belum hijau, tetapi sudah mulai kuning. Ada kalkulasi politik yang harus dipertimbangkan PDI-P. Tak tertutup kemungkinan, pada akhirnya partai ini akan mengajukan Jokowi sebagai capres," katanya.
Anda sedang membaca artikel tentang
Lagi-lagi, Jokowi Ubah Kalkulasi Politik
Dengan url
http://bangkabarita.blogspot.com/2013/08/lagi-lagi-jokowi-ubah-kalkulasi-politik.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Lagi-lagi, Jokowi Ubah Kalkulasi Politik
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Lagi-lagi, Jokowi Ubah Kalkulasi Politik
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar