Menurut sejarawan Dr Joyce Chaplin, sebenarnya, orang pertama yang berkeliling dunia kemungkinan adalah seorang pria Muslim asal Melayu yang bernama Enrique de Malacca atau dikenal sebagai Panglima Awang.
BANGKAPOS.COM, WASHINGTON, DC — Hasrat dan upaya orang untuk menaklukkan bumi tak pernah henti, mulai dari putra Maroko, Ibnu Battuta, hingga Laksamana Zenghe dari China pada abad ke-14; dari penjelajah Portugal, Ferdinand Magellan, pada abad ke-16, hingga Laura Dekker, pelaut remaja putri Belanda pada abad ke-21 ini. Dr Joyce E Chaplin berkisah lebih jauh tentang kembara manusia ini.
Novel pengarang Perancis Jules Gabriel Verne berjudul "Keliling Dunia Dalam Waktu 80 Hari" yang terbit tahun 1873, telah mengilhami Dr Joyce Chaplin untuk menulis bukunya yang berjudul "Round About the Earth: Circumnavigation from Magellan to Orbit," yang berarti "Mengitari Bumi: Penjelajahan dari Magellan hingga Mengorbit."
Menurut Chaplin, adalah menakjubkan bahwa novel Jules Verne itu sempat diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, bahkan pada masa hidupnya, termasuk bahasa Arab dan bahasa Persia, sehingga menjadi karya sastra dunia.
Masa 250 tahun pertama usaha manusia untuk mengitari bumi, 90 persen gagal, ungkap Chaplin. Kebanyakan penjelajah menemui ajal mereka. Bumi terkesan terlalu besar untuk dapat ditaklukkan. Berbagai tantangan muncul, di antaranya penyakit. Hanya segelintir yang berhasil kembali ke tempat asal mereka.
"Sebenarnya, mungkin orang pertama yang berkeliling dunia adalah seorang pria Muslim, seorang budak yang hanya kita ketahui bernama Enrique de Malacca, milik Ferdinand Magellan, yang diperolehnya selama perang di Malaka. Magellan membawanya dari Spanyol, berharap Enrique bertindak sebagai penerjemah dan pemandu di beberapa wilayah tertentu di Asia," demikian ungkap Dr Chaplin.
Enrique de Malacca, nama yang diberikan tuannya Ferdinand Magellan ini, dikenal di kawasan Nusantara masa itu sebagai Panglima Awang, yang disebut-sebut berasal dari Sumatera atau Malaka. Enrique menyertai Magellan dalam semua penjelajahannya, termasuk pelayaran dari tahun 1519 hingga 1521, yang didanai Raja Spanyol, untuk mencari rempah-rempah.
Magellan meninggalkan Spanyol dengan konvoi lima kapal dan 270 kelasi, tetapi hanya satu kapal dan 35 pelaut yang berhasil kembali ke Spanyol. Magellan sendiri terbunuh di Filipina, sementara Enrique de Malacca alias Panglima Awang ini, akhirnya berhasil mencapai kembali tanah Malaka, melengkapi lingkar kembaranya.
Jelajah bumi di kemudian hari menjadi lebih mudah diarungi. Chaplin mengatakan, "Menjelang abad 19, perjalanan menjelajah dunia lebih mudah. Kapal uap, Terusan Suez, dan segala fasilitas yang membantu, menyebabkan orang bepergian dengan rasa aman. Terdapat persepsi baru bahwa orang biasa dapat melakukannya."
Jelajah bumi terasa lebih aman masa itu, jelas Chaplin, karena imperialisme Barat, seperti Inggris, Belanda, Perancis, Portugal, dan Spanyol, mendirikan koloni di berbagai teritori di seluruh dunia sebagai penyedia fasilitas.
Chaplin menguraikan lebih jauh, "Kini penjajahan telah lenyap, kita hidup pada masa de-kolonisasi, sebagaimana mestinya, itu berarti bagian-bagian dunia yang semula diawasi imperialisme, kini tidak lagi, dan keadaan menjadi lebih berbahaya bagi orang-orang Barat untuk bepergian. Tidak berarti situasi menjadi lebih baik atau lebih buruk; hanya berbeda saja."
Dewasa ini, jelajah bumi mencakup alam raya, ramai pula diikuti insan aneka bangsa, pria dan wanita. "Pernah seorang astronot Muslim, dari Malaysia melakukan orbit selama bulan suci Ramadan, dan majelis ulama bersama tim ilmuwan menyusun sebuah pedoman untuk menentukan arah kiblat dan berapa jam masa berpuasa semestinya. Kedua hal ini amat sulit ditentukan saat melakukan orbit bumi," demikian ungkap Chaplin.
Sembilan astronot Muslim telah mengangkasa, dengan yang terakhir Dr Sheikh Muszaphar Shukor, berekspedisi dalam pesawat Soyuz TMA-11 ke Stasiun Antariksa Internasional, kerja sama antara kedua pemerintah Malaysia dan Rusia.
Sheikh Muszaphar meluncur ke antariksa tanggal 10 Oktober 2007 dan kembali ke bumi 11 hari kemudian. Dia merayakan Idul Fitri di Stasiun Antariksa tanggal 13 Oktober dengan makan sate dan kue-kue bersama dua koleganya, astronot Rusia, Yuri Ivanovich Malenchenko, dan astronot perempuan Amerika, Peggy Annette Whitson.
Dr Joyce E Chaplin, penulis buku "Round About the Earth: Circumnavigation from Magellan to Orbit" yang diterbitkan tahun lalu oleh penerbit Simon & Schuster ini, adalah dosen di Jurusan Sejarah, Universitas Harvard di Cambridge, Massachusetts.
Pernah menyandang gelar "Fulbright Scholar", dia telah mengajar di lima universitas di dua benua dan di sebuah pulau, serta pada sebuah program kajian maritim di Samudera Atlantik. Seperti karya yang telah ditulisnya ini, dia gemar membahas topik-topik yang berkenaan dengan persilangan manusia dan alam.Maroko, Ibnu Battuta, hingga Laksamana Zenghe dari China pada abad ke-14; dari penjelajah Portugal, Ferdinand Magellan, pada abad ke-16, hingga Laura Dekker, pelaut remaja putri Belanda pada abad ke-21 ini. Dr Joyce E Chaplin berkisah lebih jauh tentang kembara manusia ini.
Novel pengarang Perancis Jules Gabriel Verne berjudul "Keliling Dunia Dalam Waktu 80 Hari" yang terbit tahun 1873, telah mengilhami Dr Joyce Chaplin untuk menulis bukunya yang berjudul "Round About the Earth: Circumnavigation from Magellan to Orbit," yang berarti "Mengitari Bumi: Penjelajahan dari Magellan hingga Mengorbit."
Menurut Chaplin, adalah menakjubkan bahwa novel Jules Verne itu sempat diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, bahkan pada masa hidupnya, termasuk bahasa Arab dan bahasa Persia, sehingga menjadi karya sastra dunia.
Masa 250 tahun pertama usaha manusia untuk mengitari bumi, 90 persen gagal, ungkap Chaplin. Kebanyakan penjelajah menemui ajal mereka. Bumi terkesan terlalu besar untuk dapat ditaklukkan. Berbagai tantangan muncul, di antaranya penyakit. Hanya segelintir yang berhasil kembali ke tempat asal mereka.
"Sebenarnya, mungkin orang pertama yang berkeliling dunia adalah seorang pria Muslim, seorang budak yang hanya kita ketahui bernama Enrique de Malacca, milik Ferdinand Magellan, yang diperolehnya selama perang di Malaka. Magellan membawanya dari Spanyol, berharap Enrique bertindak sebagai penerjemah dan pemandu di beberapa wilayah tertentu di Asia," demikian ungkap Dr Chaplin.
Enrique de Malacca, nama yang diberikan tuannya Ferdinand Magellan ini, dikenal di kawasan Nusantara masa itu sebagai Panglima Awang, yang disebut-sebut berasal dari Sumatera atau Malaka. Enrique menyertai Magellan dalam semua penjelajahannya, termasuk pelayaran dari tahun 1519 hingga 1521, yang didanai Raja Spanyol, untuk mencari rempah-rempah.
Magellan meninggalkan Spanyol dengan konvoi lima kapal dan 270 kelasi, tetapi hanya satu kapal dan 35 pelaut yang berhasil kembali ke Spanyol. Magellan sendiri terbunuh di Filipina, sementara Enrique de Malacca alias Panglima Awang ini, akhirnya berhasil mencapai kembali tanah Malaka, melengkapi lingkar kembaranya.
Jelajah bumi di kemudian hari menjadi lebih mudah diarungi. Chaplin mengatakan, "Menjelang abad 19, perjalanan menjelajah dunia lebih mudah. Kapal uap, Terusan Suez, dan segala fasilitas yang membantu, menyebabkan orang bepergian dengan rasa aman. Terdapat persepsi baru bahwa orang biasa dapat melakukannya."
Jelajah bumi terasa lebih aman masa itu, jelas Chaplin, karena imperialisme Barat, seperti Inggris, Belanda, Perancis, Portugal, dan Spanyol, mendirikan koloni di berbagai teritori di seluruh dunia sebagai penyedia fasilitas.
Chaplin menguraikan lebih jauh, "Kini penjajahan telah lenyap, kita hidup pada masa de-kolonisasi, sebagaimana mestinya, itu berarti bagian-bagian dunia yang semula diawasi imperialisme, kini tidak lagi, dan keadaan menjadi lebih berbahaya bagi orang-orang Barat untuk bepergian. Tidak berarti situasi menjadi lebih baik atau lebih buruk; hanya berbeda saja."
Dewasa ini, jelajah bumi mencakup alam raya, ramai pula diikuti insan aneka bangsa, pria dan wanita. "Pernah seorang astronot Muslim, dari Malaysia melakukan orbit selama bulan suci Ramadan, dan majelis ulama bersama tim ilmuwan menyusun sebuah pedoman untuk menentukan arah kiblat dan berapa jam masa berpuasa semestinya. Kedua hal ini amat sulit ditentukan saat melakukan orbit bumi," demikian ungkap Chaplin.
Sembilan astronot Muslim telah mengangkasa, dengan yang terakhir Dr Sheikh Muszaphar Shukor, berekspedisi dalam pesawat Soyuz TMA-11 ke Stasiun Antariksa Internasional, kerja sama antara kedua pemerintah Malaysia dan Rusia.
Sheikh Muszaphar meluncur ke antariksa tanggal 10 Oktober 2007 dan kembali ke bumi 11 hari kemudian. Dia merayakan Idul Fitri di Stasiun Antariksa tanggal 13 Oktober dengan makan sate dan kue-kue bersama dua koleganya, astronot Rusia, Yuri Ivanovich Malenchenko, dan astronot perempuan Amerika, Peggy Annette Whitson.
Dr Joyce E Chaplin, penulis buku "Round About the Earth: Circumnavigation from Magellan to Orbit" yang diterbitkan tahun lalu oleh penerbit Simon & Schuster ini, adalah dosen di Jurusan Sejarah, Universitas Harvard di Cambridge, Massachusetts.
Pernah menyandang gelar "Fulbright Scholar", dia telah mengajar di lima universitas di dua benua dan di sebuah pulau, serta pada sebuah program kajian maritim di Samudera Atlantik. Seperti karya yang telah ditulisnya ini, dia gemar membahas topik-topik yang berkenaan dengan persilangan manusia dan alam.
Anda sedang membaca artikel tentang
Ini Dia Pria Penjelajah Bumi Pertama
Dengan url
http://bangkabarita.blogspot.com/2013/08/ini-dia-pria-penjelajah-bumi-pertama.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Ini Dia Pria Penjelajah Bumi Pertama
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Ini Dia Pria Penjelajah Bumi Pertama
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar